Kami akan membahas hal ini dari segi agama Islam (Al-Quran & Aborsi) serta agama Kristen (Alkitab & Aborsi) untuk menggambarkan pemahaman lebih lanjut mengenai aborsi dan agama. Pertama-tama kami akan membahasnya dari segi agama Islam dan kemudian dari segi agama Kristen.
Al-Quran & Aborsi
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan.
Pertama: Manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya,
Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah.
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!
Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
Aborsi Menurut Hukum Islam
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam
halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah
ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w.
1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567
M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin.
Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat
bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah
haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami
pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama
manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan
besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih
besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang
atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam,
halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama
Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990,
Masailul
Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman
77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi
setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa
peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin
Mas?ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
?Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40
hari dalam bentuk ?nuthfah?, kemudian dalam bentuk ?alaqah? selama itu pula,
kemudian dalam bentuk ?mudghah? selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh
kepadanya.? [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena
berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori
pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar?i
berikut. Firman Allah SWT:
?Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.? (Qs. al-An?aam [6]: 151).
?Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.? (Qs. al-Isra` [17]: 31).
?Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan (alasan) yang benar (menurut syara?).? (Qs. al-Isra` [17]: 33).
?Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah
ia dibunuh.? (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang
bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti
aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di
atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut
pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi
(1998), hukum syara? yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika
aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari
dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya
haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah
peniu¬pan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya
belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja?iz) dan tidak apa-apa. (Abdul
Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam:
Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh
Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi,
1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil syar?i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau
40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
?Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ?Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?? Maka Allah kemudian
memberi keputusan...? [HR. Muslim dari Ibnu Mas?ud r.a.].
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda:
?(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam...?
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan
anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan
demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin
yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya
(ma'shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter,
diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur
40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah
berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran
diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau
sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah
diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut.
Rasulullah Saw bersabda :
Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan
Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang
budak laki-laki atau perempuan...?
[HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah
r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya
boleh (ja?iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim
belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah
(gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat
disamakan dengan ?azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya kehamilan. ?Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak
menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ?azl merupakan tindakan
mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan
kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga
akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu
tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah Saw telah membolehkan ?azl kepada seorang laki-laki yang bertanya
kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia
tidak mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda
kepadanya:
?Lakukanlah ?azl padanya jika kamu suka!? [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin,
ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan
bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan
janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
?Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya.? (Qs. al-Maa?idah [5]: 32) .
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan.
Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah
Saw bersabda:
?Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!? [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
?Idza ta?aradha mafsadatani ru?iya a?zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima?
?Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih
ringan madharatnya.? (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al
Fiqh wa Al Qawa?id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya
jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti
membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu
pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu
mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih
ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan
kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al
Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur
dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan,
adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud
setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma
itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel
itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya
Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah ?sesuatu yang ada
pada organisme hidup.? (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri
adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini,
maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya
sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada
kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel
sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel
sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah
pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah
pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat
akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit
menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti
tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak
demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu
aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ?azl. Sebab dalam
aktivitas ?azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu
maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal
?azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang
menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan
alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang
membolehkan ?azl.
Kesimpulan
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga
problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka
pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang
intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan
menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan
dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi
dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur
kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk
janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi
ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang
rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau
42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan
pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang
usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja'iz) dan tidak apa-apa.
Wallahu a?lam [M. Shiddiq al-Jawi]
Referensi
Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani
Press, Jakarta
Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa?id Al
Fiqhiyah, Sa?adiyah Putera, Jakarta
Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum
Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta
Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel
Suci, Surabaya
Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam :
Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh
Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji
Masagung, Jakarta
HUKUM DAN ABORSI menurut hukum negara
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah: 1. Ibu yang melakukan aborsi 2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar