Sejak kapan kemiskinan menjadi sebuah aib?
Abu Hurairah lahir di Yaman dan besar di sana sampai ia berumur lebih dari 30 tahun. Ia demikian bodoh dan tidak memiliki wawasan, ataupun pengetahuan. Ia adalah seorang papa yang pelupa oleh karena usianya, seorang yatim yang diterjang kemiskinan, menjadi buruh ini dan itu pada laki-laki atau wanita hanya untuk mengisi perutnya, bertelanjang kaki, telanjang dada, puas dengan kerendahan ini, serta nyaman dengan kondisinya.
Namun ketika Allah menegaskan misi Nabi-Nya di Madinah setelah Perang Badar, Uhud, serta al-Ahzab, dan seterusnya, tak ada jalan lain bagi orang miskin menyedihkan ini kecuali masuk Islam.
Menurut sejarawan, ia pindah untuk memberi penghormatan kepada Nabi Muhammad saw. Setelah Perang Khaibar pada tahun ke-7 H.
Adapun persahabatannya dengan Nabi, hanya berlangsung selama tiga tahun sebagaimana yang ia deklarasikan dalam satu hadisnya yang disebutkan oleh Bukhari.
Inilah kata abdul husein tentang Abu Hurairah.
Namun ketika Allah menegaskan misi Nabi-Nya di Madinah setelah Perang Badar, Uhud, serta al-Ahzab, dan seterusnya, tak ada jalan lain bagi orang miskin menyedihkan ini kecuali masuk Islam.
Menurut sejarawan, ia pindah untuk memberi penghormatan kepada Nabi Muhammad saw. Setelah Perang Khaibar pada tahun ke-7 H.
Adapun persahabatannya dengan Nabi, hanya berlangsung selama tiga tahun sebagaimana yang ia deklarasikan dalam satu hadisnya yang disebutkan oleh Bukhari.
Inilah kata abdul husein tentang Abu Hurairah.
Pembaca bisa menyimak nanti betapa Abu Hurairah dihina, dicela dan dinista karena dia miskin dan papa. Ini adalah ciri khas paradigma materialisme jahiliyah, yang hanya menjadikan materi sebagai standar dan ukuran untuk menilai segala sesuatu.
Mungkin abdul husein lupa, bahwa seluruh sahabat dulunya adalah jahiliyah. Tidak mengenal Islam. Termasuk juga bangsa Persia, yang berhutang budi pada Umar bin Khattab, karena membawa Islam ke tanah Persia. Tapi sepertinya jasa baik ini tidak mendapat balasan yang setimpal dari bangsa Persi. Bangsa Persi dulunya menyembah api, bukan menyembah Allah yang menciptakan api.
Tidak ada cela bagi orang jahiliyah yang mau menerima kebenaran, dan meninggalkan masa lalunya yang kelam, mengikuti cahaya Islam.
Celaan hanya tertuju pada mereka yang melihat cahaya, tapi enggan mengikuti, kepada mereka yang
menutup mata dari kebenaran, memilih bertahan di kegelapan, memilih mempertahankan kebodohan dan jahiliyah. Sudah lebih seribu tahun jahiliyah Quraisy punah, tapi jejak-jejaknya masih diikuti oleh abdul husein, yang mencela Abu Hurairah karena miskin dan papa.Mungkin abdul husein lupa, bahwa seluruh sahabat dulunya adalah jahiliyah. Tidak mengenal Islam. Termasuk juga bangsa Persia, yang berhutang budi pada Umar bin Khattab, karena membawa Islam ke tanah Persia. Tapi sepertinya jasa baik ini tidak mendapat balasan yang setimpal dari bangsa Persi. Bangsa Persi dulunya menyembah api, bukan menyembah Allah yang menciptakan api.
Tidak ada cela bagi orang jahiliyah yang mau menerima kebenaran, dan meninggalkan masa lalunya yang kelam, mengikuti cahaya Islam.
Celaan hanya tertuju pada mereka yang melihat cahaya, tapi enggan mengikuti, kepada mereka yang
Abu Hurairah adalah orang miskin yang memiliki harga diri. Dia tetap bekerja keras, enggan mengulurkan tangannya pada siapa pun. Ini kondisinya dalam masa jahiliyah, saat belum mengenal Islam. Sudah menunjukkan kemuliaan jiwanya. Dia enggan meminta-minta, memilih untuk bekerja keras.
Berbeda dengan ulama dan marja’ syiah yang hidup dari menjual nama ahlulbait, agar para penganut syiah mau membiayai hidup mereka dengan membayar khumus.
Kita heran ketika ulama syiah sekaliber abdul husein, mencela seseorang hanya gara-gara dia miskin. Dendamnya pada Abu Hurairah begitu membara, membuatnya kehilangan kontrol, hingga nampaklah materialisme yang disembunyikan di balik jubah dan sorbannya.
Sejak kapan kemiskinan membuat seseorang jadi tercela?
Rupanya abdul husein lupa akan ayat Al Qur’an, yang menyebutkan kemuliaan seseorang di mata Allah adalah karena takwa, bukan karena kaya.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Al Hujurat ayat 13.
Dalam Al Kafi jilid 5 hal 74, ada sebuah riwayat dari Abdul A’la, budak keluarga Sam, saya bertemu dengan Abu Abdillah di jalan kota Madinah, pada suatu siang yang panas sekali, di musim panas, aku berkata padanya: semoga diriku menjadi tebusanmu, engkau adalah orang mulia di sisi Allah, dan termasuk kerabat dekat Rasulullah SAWW, sedangkan engkau membuat dirimu lelah di hari panas seperti ini? Abu Abdillah –Ja’far As Shadiq- berkata: wahai Abdul A’la, saya keluar untuk mencari rizqi agar tidak membutuhkan orang seperti kamu.
Juga dalam Al Kafi, dari Abu Ayyub, kami duduk bersama Abu Abdillah, tiba-tiba datanglah Ala’ bin Kamil, lalu duduk di depan Abu Abdillah dan berkata: doakanlah agar saya bisa mendapatkan rizki dengan hidup nyaman, lalu Abu Abdillah menjawab: saya tidak akan mendoakanmu, carilah rizki seperti Allah perintahkan padamu.
Berbeda dengan kondisi ulama dan ustadz syiah saat ini, mereka tidak bekerja, bergonta ganti wanita dengan alasan mut’ah. Betul-betul nikmat.
Ketika penganut syiah sadar, dan meninggalkan ajaran syiah, maka kenikmatan hidup mereka terancam hilang. Tidak ada lagi yang membayar khumus, tidak ada lagi wanita yang bisa diajak mut’ah.
Ketika para ulama syiah dan ustadz syiah menikmati hidup, imam Ja’far As Shadiq keluar rumah di siang hari musim panas yang terik, untuk mencari rizki.
Imam Ja’far bukan seorang yang kaya lagi malas bekerja, sama seperti Abu Hurairah.
Ketika para ulama syiah dan ustadz syiah menikmati hidup, imam Ja’far As Shadiq keluar rumah di siang hari musim panas yang terik, untuk mencari rizki.
Imam Ja’far bukan seorang yang kaya lagi malas bekerja, sama seperti Abu Hurairah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar