Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa ini nampaknya menjadi
sebab utama, kenapa banyak dari kaum muslimin tidak mengerjakan shalat. Tak
usah jauh-jauh untuk melaksanakan sholat sunnah, sholat 5 waktu yang wajib saja
mereka tidak kerjakan padahal cukup 10 menit waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan shalat dengan khusyuk. Bukan sesuatu yang mengherankan, banyak
kaum muslimin bekerja banting tulang sejak matahari terbit hingga terbenam.
Pertanyaannya, kenapa mereka melakukan hal itu? Karena mereka mengetahui bahwa
hidup perlu makan, makan perlu uang, dan uang hanya didapat jika bekerja.
Karena mereka mengetahui keutamaan bekerja keras, maka mereka pun melakukannya.
Oleh karena itu, dalam tulisan yang singkat ini, kami akan mengemukakan
pembahasan keutamaan shalat lima
waktu dan hukum meninggalkannya. Semoga dengan sedikit goresan tinta ini dapat
memotivasi kaum muslimin sekalian untuk selalu memperhatikan rukun Islam yang
teramat mulia ini.
Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat memiliki kedudukan yang agung dalam islam. Kita dapat
melihat keutamaan shalat tersebut dalam beberapa point berikut ini.
1) Shalat adalah kewajiban paling utama setelah dua kalimat
syahadat dan merupakan salah satu rukun islam
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Islam
itu dibangun di atas lima
perkara, yaitu: bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah,
menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan
berpuasa pada bulan Ramadhan.”[2]
2) Shalat merupakan pembeda antara muslim dan kafir
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya
batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat.
Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” [3]. Salah seorang tabi’in
bernama Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, “Dulu para shahabat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap
suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”[4]
3) Shalat adalah tiang agama dan agama seseorang tidak tegak
kecuali dengan menegakkan shalat
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan
tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”[5]
4) Amalan yang
pertama kali akan dihisab pada hari kiamat
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali
akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia
akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia
akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah
Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut
memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan
shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” Dalam
riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian
amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.”[6]
5) Shalat
merupakan Penjaga Darah dan Harta Seseorang
Rasulullah shalallahu
alaihi wa salam bersabda, ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia
sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq
kecuali Allah), menegakkan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah
melakukan semua itu, berarti mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku
kecuali ada alasan yang hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan
kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala.”[7]
Keutamaan
Mengerjakan Shalat 5 waktu
Shalat memiliki
keutamaan-keutamaan berupa pahala, ampunan dan berbagai keuntungan yang Allah
sediakan bagi orang yang menegakkan sholat dan rukun-rukunnnya dan lebih utama
lagi apabila sunnah-sunnah sholat 5 waktu dikerjakan, diantara
keutamaan-keutamaan tersebut adalah:
1) Mendapatkan cinta
dan ridho Allah
Orang yang
mengerjakan shalat berarti menjalankan perintah Allah, maka ia pantas
mendapatkan cinta dan keridhoan Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), “Katakanlah (wahai muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
2) Selamat
dari api neraka dan masuk kedalam surga
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka
Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71).
Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Rahimahullahu ta’ala berkata, “Yang
dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini adalah selamat dari api neraka dan
masuk kedalam surga”[8]. Dan melaksanakan sholat termasuk mentaati Allah dan
Rasul-Nya.
3) Pewaris surga
Firdaus dan kekal di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman … dan
orang-orang yang memelihara sholatnya mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.”
(QS. Al Mu’minun: 1-11)
4) Pelaku shalat
disifati sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka.” (QS. Al
Baqarah: 2-3)
5) Akan mendapat
ampunan dan pahala yang besar dari Allah
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki
dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
6) Shalat tempat
meminta pertolongan kepada Allah sekaligus ciri orang yang khusyuk
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS.
Al Baqarah: 45)
7) Shalat
mencegah hamba dari Perbuatan Keji dan Mungkar
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 45)
Hukum
Meninggalkan Shalat
Di awal telah
dijelaskan bahwa shalat merupakan tiang agama dan merupakan pembeda antara
muslim dan kafir. Lalu bagaimanakah hukum meninggalkan shalat itu sendiri,
apakah membuat seseorang itu kafir?
Perlu diketahui,
para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa meninggalkan shalat lima
waktu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah-
mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu
dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari
dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman
keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah
serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[9]
Adapun berbagai
kasus orang yang meninggalkan shalat, kami dapat rinci sebagai berikut:
Kasus pertama:
Meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin
perkataan sebagian orang, ‘Sholat oleh, ora sholat oleh.’ [Kalau mau shalat
boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan
dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir
tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
Kasus kedua:
Meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah
melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah
enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan
shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat
dan tabi’in. Contoh hadits mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah
shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]
Kasus ketiga:
Tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka
dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak
kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut
terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal
‘ibroh bilkhotimah (Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir
hidupnya).[11]
Kasus keempat:
Meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat
orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil
(bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya
yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
Kasus kelima:
Mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam
melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam
ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela
sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS.
Al Maa’un [107] : 4-5)[12]
Nasehat Berharga:
Jangan Tinggalkan Shalatmu!
Amirul Mukminin,
Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara
perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat,
berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk
amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam
Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“
Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang
serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan
agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya
terhadap shalat lima
waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang
betul-betul memperhatikan shalat lima
waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau
menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan
kadar shalat dalam hatimu.“[13]
Ibnul Qoyyim
mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya
sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau
iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya,
kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak
mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).“[14]
Semoga tulisan
sederhana ini dapat memotivasi kita sekalian dan dapat mendorong saudara kita
lainnya untuk lebih perhatian terhadap shalat lima waktu. Hanya
Allah yang memberi taufik. [Rahmat Ariza Putra][15]
_____________
[1] Point-point ini disarikan dari kitab Shahih Fiqh
Sunnah, Syaikh Abu Malik, Al Maktabah At Taufiqiyah
[2] HR Muslim no. 16
[3] HR Muslim no. 978
[4] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52. [ed]
[5] HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi [ed]
[6] HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330 [ed]
[7] HR. Bukhari dan Muslim
[8] Aisirut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Hafidzhahullahu, Asy Syamilah
[9] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.[ed]
[10] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574 [ed]
[11] Lihat pula penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 7/617, Darul Wafa’.[ed]
[12] Lihat penjabaran kasus ini dalam Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Mun’im Salim, hal. 189-190. [ed]
[13] Lihat Ash Sholah, hal. 12. [ed]
[14] Lihat Ash Sholah, 35-36. [ed]
[15] Tulisan ini telah mengalami pengeditan dan penambahan seperlunya oleh editor (M.A. Tuasikal).
[2] HR Muslim no. 16
[3] HR Muslim no. 978
[4] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52. [ed]
[5] HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi [ed]
[6] HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330 [ed]
[7] HR. Bukhari dan Muslim
[8] Aisirut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Hafidzhahullahu, Asy Syamilah
[9] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.[ed]
[10] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574 [ed]
[11] Lihat pula penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 7/617, Darul Wafa’.[ed]
[12] Lihat penjabaran kasus ini dalam Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Mun’im Salim, hal. 189-190. [ed]
[13] Lihat Ash Sholah, hal. 12. [ed]
[14] Lihat Ash Sholah, 35-36. [ed]
[15] Tulisan ini telah mengalami pengeditan dan penambahan seperlunya oleh editor (M.A. Tuasikal).
Sumber posting Lihat Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar