Ziarah kubur adalah disyari'atkan oleh Islam. Bagi kaum laki-laki, ziarah kubur adalah sunah sebagaimana kesepakatan para ulama. Begitu pula bagi kaum wanita menurut ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat hal itu adalah makruh, karena jiwa para wanita pada umumnya adalah lemah dan tidak dapat bersabar. Dalil anjuran melakukan ziarah kubur adalah sabda Rasulullah saw.,
"Aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka sekarang kunjungilah karena hal itu dapat mengingatkan kepada akhirat." (HR. Muslim).
Hukum makruhnya berziarah ke kuburan bagi wanita, menurut jumhur ulama dikecualikan dengan ziarah ke makam Nabi saw.. Menurut mereka, berziarah ke makam Nabi saw. dan para nabi yang lain adalah juga disunahkan bagi kaum wanita berdasarkan keumuman anjuran berziarah ke makam Nabi saw..
Jika berziarah kubur adalah disunahkan maka melakukan perjalanan guna melakukannya adalah disunnahkan juga. Perjalanan merupakan suatu tindakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dilihat dari sisi ini, maka perjalanan bukanlah sebuah ibadah atau suatu perbuatan yang dimaksudkan secara khusus untuk melakukan suatu ibadah.
Para ulama Ushul Fikih telah sepakat bahwa wasilah (sarana) untuk sebuah tujuan akan mengambil hukum tujuan itu juga. Jika melakukan haji adalah wajib, maka melakukan perjalanan untuk haji adalah wajib. Sehingga, jika berziarah kubur ke makam Nabi saw., para wali, keluarga dan kaum muslimin secara umum adalah sunah, maka melakukan perjalanannya juga sunnah..
Para ulama berpendapat bahwa melakukan ziarah kubur, terutama kuburan para nabi dan wali, adalah boleh sesuai dengan keumuman dalil yang menjelaskan tentang berziarah kubur.
Rasulullah saw. memang pernah bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta ulama lainnya,
"Perjalanan tidak boleh dilakukan kecuali ke tiga masjid saja, yaitu masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha."
Namun, hadist ini diartikan sebagai larangan yang ditujukan pada masjid saja, sehingga artinya adalah tidak boleh melakukan perjalanan ke masjid-masjid kecuali ketiga masjid ini. Kebolehan ini didasarkan pada kebolehan melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu dan berdagang.
Para ulama telah bersepakat atas pemahaman seperti ini. Syaikh Sulaiman bin Manshur yang dikenal dengan julukan al-Jamal berkata, "Maksudnya adalah melakukan perjalanan untuk melakukan shalat, sehingga tidak menafikan kebolehan melakukan perjalanan untuk tujuan lain." Ia juga berkata, "Imam Nawawi berkata, "Maksudnya adalah tidak ada keutamaan dalam melakukan perjalaanan ke suatu masjid, kecuali ketiga masjid itu." Imam Nawawi menukil pemahaman ini dari jumhur ulama.
Al-'Iraqi berkata, "Di antara penafsiran terbaik yang lain adalah bahwa maksud hadist tersebut adalah khusus melakukan perjalanan ke masjid. Sehingga, tidak boleh melakukan perjalanan dengan niat berziarah ke masjid kecuali ketiga masjid ini saja. Adapun melakukan perjalanan dengan niat selain itu, seperti untuk menuntut ilmu, bersilaturahim kepada para ulama orang-orang shaleh serta para teman, berniaga, melakukan rekreasi dan lain sebagianya, maka tidak masuk dalam larangan ini. Hal itu sesuai dengan sebuah riwayat yang secara tegas menjelaskan hal itu. Imam Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan melalui jalur Hasan dan Abi Said al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Seseorang tidak selayaknya melakukan perjalanan ke suatu masjid untuk melakukan shalat di dalamnya, kecuali Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan masjidku ini."
Barnawi dalam Futuhat al-Wahhaj bi Tawdhih Syarh Minhaj ath-Thullab, atau lebih dikenal dengan Hasyiyat al-Jamal, menukil dari as-Subki bahwa dia berkata, "Tidak ada di dunia ini suatu tempat yang mempunyai keutamaan sehingga dilakukan perjalanan khusus kepadanya guna mendapatkan keutamaan itu kecuali ketiga tempat tersebut." Ia melanjutkan, "Yang saya maksud dengan keutamaan ini adalah keutamaan yang diakui oleh syarak dan ditetapkan suatu hukum syarak yang berkaitan dengannya. Adapun negeri-negeri lain maka tidak boleh melakukan perjalanan kepadanya kecuali untuk tujuan berziarah kubur, menuntut ilmu atau perbuatan sunah dan mubah lainnya. Sebagian orang ada yang salah memahami hal itu, sehingga ia mengira bahwa melakukan perjalanan ke selain ketiga tempat itu, seperti berziarah ke makam Sidi Ahmad al-Badawi dan sejenisnya, adalah masuk dalam larangan hadist tersebut. Ini adalah pemahaman yang salah. Karena, pengecualian (al-Istitsna) harus sejenis dengan sesuatu yang dikecualikan (al-mustatsna minhu). Dengan demikian, maksud hadist tersebut adalah tidak boleh melakukan perjalanan ke suatu masjid atau ke suatu tempat karena keutamaan tempat itu, kecuali ketiga masjid yang disebutkan. Sedangkan melakukan perjalanan untuk ziarah kubur dan menuntut ilmu, bukanlah perjalanan ke suatu tempat, tapi melakukan perjalanan ke orang yang ada di tempat itu. Hendaklah penjelasan ini dipahami."
Dengan demikian, melakukan perjalanan untuk berziarah ke makam para nabi, orang-orang shaleh dan kerabat adalah perbuatan yang dianjurkan. Pendapat yang menyatakan bahwa hal itu adalah haram merupakan pendapat yang salah dan tidak perlu dijadikan pegangan.
Wallahu subhanahu wa ta'ala a'lam
Refrensi :
Fatwa Dewan Fatwa Dar Al-Ifta Al-Misriyyah
Dar Al-Iftaa | دار الإفتاء المصرية
"Aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka sekarang kunjungilah karena hal itu dapat mengingatkan kepada akhirat." (HR. Muslim).
Hukum makruhnya berziarah ke kuburan bagi wanita, menurut jumhur ulama dikecualikan dengan ziarah ke makam Nabi saw.. Menurut mereka, berziarah ke makam Nabi saw. dan para nabi yang lain adalah juga disunahkan bagi kaum wanita berdasarkan keumuman anjuran berziarah ke makam Nabi saw..
Jika berziarah kubur adalah disunahkan maka melakukan perjalanan guna melakukannya adalah disunnahkan juga. Perjalanan merupakan suatu tindakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dilihat dari sisi ini, maka perjalanan bukanlah sebuah ibadah atau suatu perbuatan yang dimaksudkan secara khusus untuk melakukan suatu ibadah.
Para ulama Ushul Fikih telah sepakat bahwa wasilah (sarana) untuk sebuah tujuan akan mengambil hukum tujuan itu juga. Jika melakukan haji adalah wajib, maka melakukan perjalanan untuk haji adalah wajib. Sehingga, jika berziarah kubur ke makam Nabi saw., para wali, keluarga dan kaum muslimin secara umum adalah sunah, maka melakukan perjalanannya juga sunnah..
Para ulama berpendapat bahwa melakukan ziarah kubur, terutama kuburan para nabi dan wali, adalah boleh sesuai dengan keumuman dalil yang menjelaskan tentang berziarah kubur.
Rasulullah saw. memang pernah bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta ulama lainnya,
"Perjalanan tidak boleh dilakukan kecuali ke tiga masjid saja, yaitu masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha."
Namun, hadist ini diartikan sebagai larangan yang ditujukan pada masjid saja, sehingga artinya adalah tidak boleh melakukan perjalanan ke masjid-masjid kecuali ketiga masjid ini. Kebolehan ini didasarkan pada kebolehan melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu dan berdagang.
Para ulama telah bersepakat atas pemahaman seperti ini. Syaikh Sulaiman bin Manshur yang dikenal dengan julukan al-Jamal berkata, "Maksudnya adalah melakukan perjalanan untuk melakukan shalat, sehingga tidak menafikan kebolehan melakukan perjalanan untuk tujuan lain." Ia juga berkata, "Imam Nawawi berkata, "Maksudnya adalah tidak ada keutamaan dalam melakukan perjalaanan ke suatu masjid, kecuali ketiga masjid itu." Imam Nawawi menukil pemahaman ini dari jumhur ulama.
Al-'Iraqi berkata, "Di antara penafsiran terbaik yang lain adalah bahwa maksud hadist tersebut adalah khusus melakukan perjalanan ke masjid. Sehingga, tidak boleh melakukan perjalanan dengan niat berziarah ke masjid kecuali ketiga masjid ini saja. Adapun melakukan perjalanan dengan niat selain itu, seperti untuk menuntut ilmu, bersilaturahim kepada para ulama orang-orang shaleh serta para teman, berniaga, melakukan rekreasi dan lain sebagianya, maka tidak masuk dalam larangan ini. Hal itu sesuai dengan sebuah riwayat yang secara tegas menjelaskan hal itu. Imam Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan melalui jalur Hasan dan Abi Said al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Seseorang tidak selayaknya melakukan perjalanan ke suatu masjid untuk melakukan shalat di dalamnya, kecuali Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan masjidku ini."
Barnawi dalam Futuhat al-Wahhaj bi Tawdhih Syarh Minhaj ath-Thullab, atau lebih dikenal dengan Hasyiyat al-Jamal, menukil dari as-Subki bahwa dia berkata, "Tidak ada di dunia ini suatu tempat yang mempunyai keutamaan sehingga dilakukan perjalanan khusus kepadanya guna mendapatkan keutamaan itu kecuali ketiga tempat tersebut." Ia melanjutkan, "Yang saya maksud dengan keutamaan ini adalah keutamaan yang diakui oleh syarak dan ditetapkan suatu hukum syarak yang berkaitan dengannya. Adapun negeri-negeri lain maka tidak boleh melakukan perjalanan kepadanya kecuali untuk tujuan berziarah kubur, menuntut ilmu atau perbuatan sunah dan mubah lainnya. Sebagian orang ada yang salah memahami hal itu, sehingga ia mengira bahwa melakukan perjalanan ke selain ketiga tempat itu, seperti berziarah ke makam Sidi Ahmad al-Badawi dan sejenisnya, adalah masuk dalam larangan hadist tersebut. Ini adalah pemahaman yang salah. Karena, pengecualian (al-Istitsna) harus sejenis dengan sesuatu yang dikecualikan (al-mustatsna minhu). Dengan demikian, maksud hadist tersebut adalah tidak boleh melakukan perjalanan ke suatu masjid atau ke suatu tempat karena keutamaan tempat itu, kecuali ketiga masjid yang disebutkan. Sedangkan melakukan perjalanan untuk ziarah kubur dan menuntut ilmu, bukanlah perjalanan ke suatu tempat, tapi melakukan perjalanan ke orang yang ada di tempat itu. Hendaklah penjelasan ini dipahami."
Dengan demikian, melakukan perjalanan untuk berziarah ke makam para nabi, orang-orang shaleh dan kerabat adalah perbuatan yang dianjurkan. Pendapat yang menyatakan bahwa hal itu adalah haram merupakan pendapat yang salah dan tidak perlu dijadikan pegangan.
Wallahu subhanahu wa ta'ala a'lam
Refrensi :
Fatwa Dewan Fatwa Dar Al-Ifta Al-Misriyyah
Dar Al-Iftaa | دار الإفتاء المصرية
Tidak ada komentar:
Posting Komentar