Software islami ensiklopedi hadits kitab 9 imam berisi kumpulan hadits dan terjemah Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
ASSALAMMUALLAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUHU SELAMAT DATANG DI WEBSITE http://zonaislami.blogspot.com WEBSITE INI ADALAH KEPANJANGAN DAN PENERUS WARTA DARI WEBSITE-WEBSITE ISLAM YANG ANDA BISA MENGIKUTI WEBSITE-WEBSITE ISLAMI TERSEBUT MELALUI LINK YANG DI TAUTKAN DI BAWAH SETIAP ARTIKEL YANG BERSUMBER DARI WEBSITE ISLAMI YANG DI TAUTKAN SEMOGA DI DALAMNYA BANYAK PENGETAHUAN DAN ILMU YANG ANDA DAPAT. DI WEBSITE INI PUN ADA KOLEKSI EBOOK , SOFTWARE , VIDEO DAN MP3 ISLAMI YANG DAPAT ANDA DOWNLOAD SECARA GRATIS. DAN ANDA BISA MENDENGARKAN STREAMING MURAL AL QUR,AN YANG ANDA BISA TEMUKAN DI BAGIAN PALING BAWAH WEBSITE INI . SEMOGA BERMAMFAAT DAN MENAMBAH PAHALA UNTUK ANDA.. TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANYA WASALAMMU ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUHUGOOGLE SEACH ENGGINE

Jumat, 02 Maret 2012

JADIKANLAH URUSAN DUNIAMU JUGA SEBAGAI IBADAH


Oleh : Dean Sasmita

Sementara segolongan orang terjebak dalam memahami ibadah. Mereka mengira ibadah itu hanyalah ibadah maghdah saja. Ibadah maghdah (atau ibadah khusus) adalah ibadah yang syarat dan rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.

Apakah mereka lupa bahwa hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah? "Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku" (Adz Dzariyat : 56). Padahal segala bentuk tindakan, hati, pikiran, semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan segala tindak tanduk kita akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk beribadah, " Bahwasanya segala amal perbuatan itu tergantung pada niat..." (HR. Bukhari-Muslim). Sedangkan membedakan urusan agama (ibadah) dengan urusan dunia itu adalah konsep sekuler, yang dianut oleh orang-orang Eropa saat ini. Dan itu bukan konsep ibadah dalam Islam. Maka berhati-hatilah, mengapa konsep ini tiba-tiba saja ada dalam konsep mereka yang mengaku umat muslim.

Selain ibadah maghdah, ada ibadah ghairu maghdah (ibadah umum). Ibadah ghairu mahdah bisa bercampur dengan perbuatan-perbuatan duniawi kita. Ibadah ghairu mahdah dapat terkandung (bahkan menjiwai) didalam kita berhubungan dengan antar umat manusia (muamalah). Selain ibadah maghdah yang memang telah diperintahkan-Nya, alangkah ruginya kaum muslimin jika hanya melakukan kegiatan-kegiatan duniawinya tanpa berniat ibadah kepada Allah SWT. Padahal Allah menjamin
nilai pahalanya.
Ibadah ghairu maghdah (umum) ada hujahnya di dalam al Qur’an dan/atau sunnah Nabi saw. Tetapi tata-cara, syarat rukun pelaksanaannya tidak diatur. Ada yang berupa kebaikan-kebaikan amal, fadhilah, keutamaan-keutamaan, dan amalan sunnah seperti dzikir, sholawat, dsb. Ada juga yang berupa kegiatan-kegiatan duniawi yang diniatkan ibadah, seperti bekerja, makan minum, berkunjung, arisan, dll. Hal itu diperbolehkan sepanjang itu tidak melanggar aturan syara’.

Cara pandang yang berbeda tentang konsep ibadah inilah yang menyebabkan konsep bid’ah menjadi berbeda dengan kaum salafy/wahaby.

Mereka menganggap bahwa ibadah hanya yang maghdah saja, termasuk yang merupakan fadlilah-fadlilah amal, dzikir, dsb. Sehingga mereka menuntut/menunggu dalil perintah, tata cara, syarat, rukun mengenai amalan-amalan dzikir, fadlilah2 amal, dll. Seolah kegiatan duniawi menurut mereka adalah bukan masalah ibadah. Ini seperti konsep sekuler sebagaimana diterangkan di atas. Banyak hal-hal yang wahaby anggap bid’ah (yang sesat) bahkan semua bid’ah adalah sesat. Sementara para ulama ahlus sunnah wal jamaah menganggap itu bukan bid’ah. Atau kalaupun itu perkara baru, maka bukan bid’ah yang haram, menurut pembagian Imam Syafi’y. Dan ulama wahaby manakah yang sejajar dengan beliau seorang pakar hadits dan fiqh ?

Sesuai dengan perkembangan zaman, jelas banyak perkara baru dalam urusan duniawi, maka banyak pula perkara-perkara baru yang dapat bernilai ibadah, yang masuk dalam kategori ibadah ghairu maghdah (umum). Ada bank syariah, ada organisasi, ada partai politik, dll. Ada macam-macam kegiatan seperti arisan keluarga, peringatan ulang tahun, ulang tahun anak, ulang tahun proklamasi, dll, termasuk ulang tahun baginda Nabi Muhamddad SAW (Maulid).

Dengan demikian, bahwa hukum asal dari suatu perkara adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya tetap berlaku untuk ibadah-ibadah umum.

Selanjutnya, dengan semakin banyaknya perkara-perkara baru di dunia ini, ketika kami yang awam ini tidak mampu menggali hukum sendiri, maka mengikut para ulama adalah cara terbaik. Bermakmum kepada salafus shaleh, kepada para ulama ahlus sunnah waljamaah yang sudah teruji madzabnya tidak lekang ditelan zaman. Itulah yang pendapat-pendapatnya antara lain termaktub di sini.
Ada sekelompok golongan yang suka membid’ah-bid’ahkan (sesat) berbagai kegiatan yang baik di masyarakat, seperti peringatan maulid, peringatan isra’ mi’raj, yasinan, tahlilan dll. Kadang mereka berdalil dengan dalih, Agama ini telah sempurna. Jika perbuatan itu baik, niscaya Rasulullah saw telah mencontohkan lebih dulu. Atau mengatakan, Itu bid’ah , karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Atau, jikalau hal tersebut dibenarkan, maka pasti Rasulullah saw memerintahkannya. Apa kamu merasa lebih pandai dari Rasulullah?

Mem-vonis bid’ah sesat suatu amal perbuatan (baru) dengan argumen di atas adalah lemah sekali. Ada berbagai amal baik yang Baginda Rasul saw tidak mencontohkan ataupun memerintahkannya. Teriwayatkan dalam berbagai hadits dan dalam fakta sejarah dibawah ini diantaranya :

1. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. berkata kepada Bilal ketika shalat fajar (shubuh),

“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan apa yang paling engkau harap pahalanya yang pernah engkau amalkan dalam masa Islam, sebab aku mendengar suara terompamu di surga. Bilal berkata, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling aku harapkan lebih dari setiap kali aku berssuci, baik di malam maupun siang hari kecuali aku shalat untuk bersuciku itu”.

Dalam riwayat at Turmudzi yang ia shahihkan, Nabi saw. berkata kepada Bilal :

‘Dengan apa engkau mendahuluiku masuk surga? ” Bilal berkata, “Aku tidak mengumandangkan adzan melainkan aku shalat dua rakaat, dan aku tidak berhadats melaikan aku bersuci dan aku mewajibkan atas diriku untuk shalat (sunnah).” Maka Nabi saw. bersabda “dengan keduanya ini (engkau mendahuluiku masuk surga).

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia berkata, “Hadis shahih berdasarkan syarat keduanya (Bukhari & Muslim).” Dan adz Dzahabi mengakuinya.

Hadis di atas menerangkan secara mutlak bahwa sahabat ini (Bilal) melakukan sesuatu dengan maksud ibadah yang sebelumnya tidak pernah dilakukan atau ada perintah dari Nabi saw.

2. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan para muhaddis lain pada kitab Shalat, bab Rabbanâ laka al Hamdu, dari riwayat Rifa’ah ibn Râfi’, ia berkata, “Kami shalat di belakang Nabi saw., maka ketika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’ beliau membaca, sami’allahu liman hamidah (Allah maha mendengar orang yang memuji-Nya), lalu ada seorang di belakang beliau membaca, “Rabbanâ laka al hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fîhi (Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian dengan pujian yang banyak yang indah serta diberkahi).

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah orang yang membaca kalimat-kalimat tadi?” Ia berkata, “Aku.” Nabi bersabda, “Aku menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut mencatat pahala bacaaan itu.”

Ibnu Hajar berkomentar, “Hadis itu dijadikan hujjah/dalil dibolehkannya berkreasi dalam dzikir dalam shalat selain apa yang diajarkan (khusus oleh Nabi saw.) jika ia tidak bertentang dengan yang diajarkan. Kedua dibolehkannya mengeraskan suara dalam berdzikir selama tidak mengganggu.”

3. Imam Muslim dan Abdur Razzaq ash Shan’ani meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,

Ada seorang lali-laki datang sementara orang-orang sedang menunaikan shalat, lalu ketika sampai shaf, ia berkata:

اللهُ أكبرُ كبيرًا، و الحمدُ للهِ كثيرًا و سبحانَ اللهِ بكْرَةً و أصِيْلاً.

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi?
Orang itu berkata, “Aku wahai Rasulullah saw., aku tidak mengucapkannya melainkan menginginkan kebaikan.”
Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu langit terbuka untuk menyambutnya.”

Ibnu Umar berkata, “Semenjak aku mendengarnya, aku tidak pernah meninggalkannya.”
Dalam riwayat an Nasa’i dalam bab ucapan pembuka shalat, hanya saja redaksi yang ia riwayatkan: “Kalimat-kalimat itu direbut oleh dua belas malaikat.”
Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata: “Aku tidak pernah meninggalkannya semenjak aku mendengar Rasulullah saw. bersabda demikian.”

Di sini diterangkan secara jelas bahwa seorang sahabat menambahkan kalimat dzikir dalam i’tidâl dan dalam pembukaan shalat yang tidak/belum pernah dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dan reaksi Rasul saw pun membenarkannya dengan pembenaran dan kerelaan yang luar biasa.

Al hasil, Rasulullah SAW telah men-taqrîr-kan (membenarkan) sikap sahabat yang menambah bacaan dzikir dalam shalat yang tidak pernah beliau ajarkan.

4. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, pada bab menggabungkan antara dua surah dalam satu raka’at dari Anas, ia berkata,

“Ada seorang dari suku Anshar memimpin shalat di masjid Quba’, setiap kali ia shalat mengawali bacaannya dengan membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sampai selesai kemudian membaca surah lain bersamanya. Demikian pada setiap raka’atnya ia berbuat. Teman-temannya menegurnya, mereka berkata, “Engkau selalu mengawali bacaan dengan surah itu lalu engkau tambah dengan surah lain, jadi sekarang engkau pilih, apakah membaca surah itu saja atau membaca surah lainnya saja.” Ia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan apa yang biasa aku kerjakan. Kalau kalian tidak keberatan aku mau mengimami kalian, kalau tidak carilah orang lain untuk menjadi imam.” Sementara mereka meyakini bahwa orang ini paling layak menjadi imam shalat, akan tetapi mereka keberatan dengan apa yang dilakukan.

Ketika mereka mendatangi Nabi saw. mereka melaporkannya. Nabi menegur orang itu seraya bersabda, “hai fulan, apa yang mencegahmu melakukan apa yang diperintahkan teman-temanmu? Apa yang mendorongmu untuk selalu membaca surah itu (Al Ikhlash) pada setiap raka’at? Ia menjawab, “Aku mencintainya.”

Maka Nabi saw. bersabda, “Kecintaanmu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga.”

Demikianlah sunnah dan jalan Nabi saw. dalam menyikapi kebaikan dan amal keta’atan walaupun tidak diajarkan secara khusus oleh beliau, akan tetapi selama amalan-amalan itu sejalan dengan ajaran kebaikan umum yang beliau bawa maka beliau selalu merestuinya. Jawaban orang tersebut membuktikan motifasi yang mendorongnya melakukan apa yang baik kendati tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, akan tetapi ia menyimpulkannya dari dalil umum dianjurkannya berbanyak-banyak berbuat kebajikan selama tidak bertentangan dengan dasar tuntunan khusus dalam syari’at Islam.

Kendati demikian, tidak seorangpun dari ulama Islam yang mengatakan bahwa mengawali bacaan dalam shalat dengan surah al Ikhlash kemudian membaca surah lain adalah sunnah yang tetap! Sebab apa yang kontinyu dilakukan Nabi saw. adalah yang seharusnya dipelihara, akan tetapi ia memberikan kaidah umum dan bukti nyata bahwa praktik-prakti seperti itu dalam ragamnya yang bermacam-macam walaupun seakan secara lahiriyah berbeda dengan yang dilakukan Nabi saw. tidak berarti ia bid’ah (sesat).

5. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab at Tauhid,

Dari Ummul Mukminin Aisyah ra. bahwa Nabi sa. Mengutus seorang memimpin sebuah pasukan, selama perjalanan orang itu apabila memimpin shalat membaca surah tertentu kemudian ia menutupnya dengn surah al Ikhlash (Qulhu). Ketika pulang, mereka melaporkannya kepada nabi saw., maka beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukannya?” Ketika mereka bertanya kepadanya, ia menjawab “Sebab surah itu (memuat) sifat ar Rahman (Allah), dan aku suka membacanya.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.” (Hadis Muttafaqun Alaihi).

Apa yang dilakukan si sahabat itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., namun kendati demikian beliau membolehkannya dan mendukung pelakuknya dengan mengatakan bahwa Allah mencintainya.

Setelah baginda Nabi saw wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut :

1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.

2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa.

3. Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.

4. Pembukuan hadits. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar tahun 100 H.

5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll

6. Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.

Dan masih banyak contoh-contoh lain. 

Dibawah ini tersirat makna Ibadah Maghdlah,

سبل السلام ج: 4 ص: 110
وذهب أكثر الشافعية ونقل عن المالكية إلى أن النذر مكروه لثبوت النهي واحتجوا بأنه ليس طاعة محضة لأنه لم يقصد به خالص القربة وإنما قصد أن ينفع نفسه أو يدفع عنها ضررا بما التزم

Dari kitab Subulussalam karya Syeh Mohammad bin Isma’il As Son’ai (773-852 H. ) cetakan Daru Ihya’ - Beirut.

Sedangkan yang dibawah ini menjelaskan tentang bentuk-bentuk ibadah maghdlah,

أنيس الفقهاء ج: 1 ص: 139
فالعبادات على ثلاثة أنواع بدنية محضة كالصلاة ومالية محضة كالزكاة ومركبة منهما كالحج

Ibadah Maghdah adalah sebentuk perbuatan yang semata-mata ditujukan untuk beribadah ( seperti sholat, zakat, puasa, haji, ). Lebih jelasnya definisi ibadah maghdah itu merupakan jawaban dari sebuah contoh pertanyaan, ” untuk apa orang melaksanakan sholat, puasa, haji atau berzakat ? “

Referensi lainnya silahkan dilihat dalam Tahrirut Tankih karya Zakariya al-Anshori atau Fathul Mu’inkarya al-Malabari

Seseorang yang pergi bekerja dengan niat hanya untuk mencari dunia semata atau untuk menumpuk harta tanpa dibarengi niat yg lebih dari itu, yaitu niat ikhlash atau niat untuk menafkahi anak dan istri dengan rizki yg baik & halal, maka gugurlah nilai ibadah dari usaha kerja tersebut walaupun dia berhasil memperoleh apa yang dia inginkan atau niatkan yaitu uang atau harta.
Makan juga akan bernilai ibadah jika kita niatkan bahwa dengan makan maka kita akan menjadi sehat dan kuat sehingga kita akan selalu siap untuk beraktivitas, berfikir dan beribadah dengan baik.
Dzikrullah setiap saat dimanapun kita berada juga ibadah, baik dalam kesendirian ataupun berjama'ahan.
Begitupula ketika kita berinteraksi dengan orang lain baik secara langsung maupun tidak, seperti halnya di Sebuah Blog ,Website,facebook , banyak sekali nilai-nilai ibadah yang bisa kita dapatkan.

Maka jadikanlah setiap perilakumu dan tindakanmu meskipun dalam urusan duniamu sebagai ibadah

Wallaahua'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar