Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah Al-Haddad menulis sebuah komentar bait syair datuknya Habib Abdullah Al-haddad, berikut :
وَالْمَذْهَبُ الْمُسْتَقِيْمُ أَسْلُكُهُ
نَصَّ الْكِتَابُ وَصَرَّحَ الْخَبَرُ
“Madzhab yang lurus aku ikuti sesuai Kitab Allah dan Sunnah Nabi”.
Habib Ahmad tersebut menulis “Mudzhab lurus yang dimaksud adalah Madzhab Ahlussunah Wal Juma’ah, aku mengikuti Madzhab itu seperti bapak-bapakku dan kakek-kakekku dan Nabi Muhammad, Ali, Hasan dan Husain sampai pada seluruh salaf Al-Alawiyin. ”
Guru besar kami Habib Muhsin bin Alwi Assegaf dalam kitabnya “Ta’rif Al-Khalaf Bi SiratAl-Salaf” telah menulis pernyataan yang hampir sama dengan yang apa yang kami kemukakan tadi. Kemudian beliau mengutip dari kitab “Ghurar Al-Baha’ Al-Dhawi“ karya ulama ahli Hadits terkenal Allamah Sayid Muhammad bin Ali Kharid Al-Alawi Al-Husaini sebagai berikut :
Sayid Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa beserta anak cucunya mereka adalah para Syarif keturunan Imam Al-Husain yang hidup di negeri Yaman (Hadramaut). Jarang ada orang seperti mereka, Tharigah para Syarif ini adalah Madzhab Ahlussunah Wal Jama’ah, akhlak mereka mengikuti akhlak Nabi. Orang yang insaf dan sadar akan mengakui bahwa mereka benar-benar para Sayid dan tokoh-tokoh mulia, budi luhur. Habib Muhsin tersebut kemudian mengutip dari Habib Abdullah Al-Haddad, katanya :
Ada dua orang yang sangat besar jasanya terhadap keluarga Al-Ba’alawi, yaitu :
- Sayidina Ahmad Al-Muhajir bin Isa yang telah membawa mereka keluar meninggalkan fitnah dan bid’ah (di negeri Irak) dan membawa mereka hijrah ke negeri Yaman (Hadramaut).
- Al-Fagih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali yang telah membebaskan mereka menyandang senjata sehingga mereka dapat berkonsentrasi untuk ilmu dan da’wah.
Para salaf dahulu melarang orang mendalami tauhid. Mereka menerima ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi SAW. yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah SWT. serta ayat-ayatmutasyabihat lainnya dengan penyerahan bulat-bulat, tanpa rnempersoalkannya secara njelimet disertai pensucian bagi Allah dengan sesuci-sucinya dari segala sifat kekurangan dan cela seraya mengagungkan-Nya dengan seagung-agungnya.
Habib Abdullah Al-Haddad berkata :
“Kita berpegang dengan ajaran-ajaran Imam Al-Asy’ari karena beliau berpendirian : Beriman kepada Allah, kepada ayat-ayat Allah, kepada para Rasul utusan Allah sesuai apa yang dimaksud dan dikehendaki oleh Rasul Allah”. Demikian kurang lebih ucapan beliau yang masih dapat kami ingat.
Dalam kitab “Al-lbanah” karya Imam Al-Asy’ari yaitu sebuah kitab yang membahas soal-soal aqidah lengkap berdasarkan aqidah yang menjadi pegangan salaf, baik para Sahabat maupun para Tabi’in, Imam Asy’ari menulis :
“Ringkasan pendirian kami adalah : Kita mengakui Allah, mengakui para Malaikat, Kitab-kitab (suci), Rasul-rasul serta ajaran yang mereka sampaikan dari Allah, serta riwayat-riwayat yang disampaikan oleh orang-orang yang terpercaya dari Rasul utusan Allah, semua itu tidak ada sedikitpun yang kami tolak. Kita juga tidak mengada-ada dalam agama Allah sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah (yakni sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam agama), atau mengatakan sesuatu terhadap Allah yang tidak kami ketahui hakikatnya”.
Kata beliau pula :
“Al Qur’an kita terima sesuai dengan arti yang tersurat, kita tidak dapat mengartikan lain kecuali dengan hujjah (dalil) yang jelas”.
Anda juga hendaknya berkeyakinan bahwa apa yang dinyatakan oleh para Salaf (pendahulu-pendahulu) kita bahwa sejak datuk-datuk mereka hingga kini mereka adalah penganut Madzhab Ahlussunah Wal Jama’ah adalah nyata dan benar, tidak dapat dita’wilkan atau ditakhsiskan dan tidak dapat pula disanggah oleh mereka yang hendak menyanggah, atau kritik dan pendustaan orang-orang yang kebelinger, dan bahwa apa yang dinyatakan mereka itu benar-benar diterima oleh mereka secara turun-temurun dari kakek kepada cucu dan ayah kepada anak serta dari mereka yang terdahulu kepada mereka yang datang kemudian, dikuatkan pula dengan kutipan-kutipan yang jelas melalui silsilah riwayat (sanad) sesuai kaidah-kaidah ilmu Hadits. Ulama Ahlul Bait menerima ilmunya dari para Sahabat dan Tabi’in, para Sahabat dan Tabi’in juga menerima ilmunya dari Ahlul Bait. Seperti diriwayatkan dalam kitab :
ثناءالقرابة على الصحابة وثناءالصحابة علىالقرالبة
Pujian Kerabat Nabi terhadap para Sahabat dan pujian para Sahabat terhadap Kerabat Nabi
Al-Hafidh Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitabnya “Hilyalul Aulia” (Hiasan para wali),dengan sanadnya dari Imam Ali Zainal Al-Abidin putra Imam yang sahid Husain, Cucunda Rasul Allah salawat dan salam atas datuk mereka dan atas mereka semua, beliau berkata :
“Telah datang kepadaku, segolongan penduduk negeri Iraq. Mereka mencela Sahabat-sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman. Setelah selesai memaki-maki, Imam Ali Zainal Abidin balik bertanya kepada mereka : “Maukah kalian menerangkan kepadaku, apakah kalian termasuk orang-orang yang melakukan hijrah pada tahap awal (Al-Muhajirun Al-Awalun) karena diusir dari kampung halaman mereka serta menuntut anugrah dari ridha Allah dan Rasul-Nya, sedang mereka itulah orang-orang yang benar ! ” Mereka menjawab ” Bukan “. Imam Ali Zainal Abidin kembali bertanya : “Adakah kalian penduduk negeri Madinah yang telah beriman (Kaum Anshar) sebelum datang kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang hijrah kepada mereka dan tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada kaum Muhajirin, serta mengutamakan kaum Muhajirin itu daripada diri mereka sendiri meskipun mereka dalam kesusahan? Dan barang siapa dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung? Apakah itu kalian?” Mereka kemudian menjawab : “Bukan”. Ali Zainal Abidin kemudian berkata :“Kini kalian telah mengakui tidak termasuk kedua golongan yang disebutkan Allah dalam kedua ayat itu. Aku juga bersaksi kalian tidaklah termasuk golongan yang disebutkan dalam ayat ini. Dan mereka yang datang kemudian sesudah mereka itu berdo’a : Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah dahulu beriman dan janganlah engkau biarkan kedengkian (bersemayam) di dalam hati kami terhadap orang-orang yang telah beriman, Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun Maha Penyayang “. Enyahlah, kata Imam Ali Zainal Abidin, Semoga Allah menindak kalian. ”
Diriwayatkan pula dengan sanadnya kepada Yahya bin Sa’id, katanya : Saya mendengar Ali bin Husain menjawab pertanyaan orang-orang yang datang mengerumuninya (katanya) :
“Cintailah kami sesuai dengan ajaran Islam, semata-mata untuk Allah. Sesungguhnya makin lama cinta kalian (yang melampaui batas ini) malah menjadi a’ib yang memalukan bagi kami”. Demikian itulah sebagian pernyataan yang diriwayatkan dari Sayidina Ali Zainal Abidin Ibn. Al-Husain.
Abu Na’im juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ja’far Muhammad Al-Bagir, putraImam Ali Zainal Abidin melalui Urwah bin Abdillah katanya :
Saya bertanya kepada Abu Ja’far (Al-Bagir) tentang hukum menghias pedang. Beliau menjawab :“Tidak mengapa (boleh) Abu Bakar Ash-Shiddiq dahulu menghias pedangnya.” Saya berkata :“Engkau juga mengatakan Ash-Shiddiq?” Beliau (Abu Ja’far) meloncat lalu menghadap ke kiblat dan berkata : “Benar Ash-Shiddiq, dan barang siapa tidak mengatakan Ash-Shiddiq, Allah tidak akan membenarkan ucapannya baik di dunia maupun di akhirat”.
Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari Jabir, katanya :
Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin berkata kepadaku : “Hai Jabir, aku mendengar ada segolongan orang Iraq beranggapan bahwa mereka cinta kepada kami (Ahlul Bait) dan mencela Abu Bakar dan Umar, Raddhi Allahu Anhuma. Mereka juga beranggapan akulah yang menyuruh mereka berbuat demikian. Maka sampaikanlah kepada mereka bahwa aku berlepas diri (bari’) terhadap apa yang mereka lakukan. Demi Allah yang jiwa Muhammad (Al Bagir) ada di tangannya kalau sekiranva aku berkuasa niscaya aku akan mendekatkan diri kepada Allah dengan menumpahkan darah mereka. Dan semoga aku tidak mendapat syafa’at Muhammad SAW. jika aku tidak memohonkan ampunan dan rahmat bagi mereka, akan tetapi musuh-musuh Allah senantiasa lalai terhadap keduanya”.
Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari Syu’bah Al-Khayyath, bekas sahaya (maula) Jabir Al-Ju’fi,katanya :
“Abu Ja’far Muhammad bin Ali Zainal Abidin berkata kepada saya ketika kami sedang berpamit kepada beliau. Sampaikan kepada penduduk negeri Kuffah (salah satu kota di Iraq) :“Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap mereka yang tidak mengakui kebenaran Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar Radhi Allahu A ‘nhuma”.
Diriwayatkan pula dengan sanadnya dari Abu Ishaq dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali Zainal Abidin, katanya :
“Orang yang tidak mengakui jasa Abu Bakar dan Umar sesungguhnya orang ini tidak mengakui sunnah”.
Ibnu Fudhail meriwayatkan dari Salim bin Abi Hafshah, katanya : “Saya bertanya kepadaAbu Ja’far Muhammad Al-Bagir dan putranya (Ja’far Asshadiq) tentang Abu Bakar danUmar. Mereka menjawab :
“Akuilah dan cintailah keduanya serta berlepas dirilah dari musuh-musuh mereka, sesungguhnya keduanya adalah Imam-imam yang mengikuti kebenaran”. Al Hafidh Ad-Dzahabi menyatakan bahwa sanad riwayat ini shahih. Ibnu Fudhail dan Salim adalah tokoh-tokoh Syi’ah yang benar.
Bersambung …… ke akidah Jilid 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar